Cerita di bawah ini adalah tentang pengalaman seorang dokter yang sering aborsi bagi pasangan yang mengandung anak luar nikah. Tindakannya itu sebagai seorang dokter telah menyebabkan dirinya diselebungi ketakutan dan sering didatangi mimpi buruk. Mimpi berdarah, anak tidak berkepala dan sebagainya. Kita harus tahu bahwa pengguguran janin ini bukan sewenang-wenang dilakukan karena bisa jatuh hukum haram. Ikuti kisah di bawah ini.
DI sebuah kamar yang gelap gulita saya terkapai-kapai sendirian. Saya mencoba mencari-cari arah keluar dari kegelapan malam itu. Puas mencari akhirnya aku melihat kilauan cahaya yang datang dari sebuah tempat bujang berwarna putih bersih.Saya mendekati cahaya itu namun langkah saya terhenti karena di depan saya ada seorang wanita sedang bermandikan darah duduk sambil melunjurkan kedua kakinya. Wanita itu meratap sesuatu lantas saya bertanya-tanya.
Saya mencoba memanggil, sayangnya jeritan Saya tidak dihirau oleh wanita itu. Dia terus duduk sambil mengamati sesuatu yang berwarna kemerah-merahan.Tiba-tiba suara tangisan wanita itu bergema memenuhi segenap ruang kamar. Saya perhatikan gerak-geriknya, dia memegang sesuatu yang janggal bentuknya. Saya perhatikan lagi, benjolan apakah yang sedang dipegang wanita itu, daging yang berkepala, ada jari-jemari yang halus dan lebih mengejutkan, daging itu juga tampaknya berkaki.
Hati saya terus berperang, siapakah dia? Dan kenapa wanita ini kondisinya seperti itu. Menakutkan! Saya dengar wanita itu menangis lagi kemudian saring kesakitan.Arrrrrggghhhh!!! Arggggghhhhhh!!! Suaranya semakin membingit telinga ini. Kental daging Sebesar tinju tersembul keluar dari celah selangkangannya. Saya tersentak, kenapa dengan wanita ini? Sakit dia? Keadaannya sungguh menyedihkan bagai menanti saat-saat untuk mati.
Saya termuntah bila melihat wanita itu menarik satu persatu daging yang keluar dari alat sulitnya. Macam-macam bentuk dan rupa yang keluar. Ada yang berkepala, tetapi tidak berlengan. Ada yang berkaki tetapi kepalanya terputus. Mengerikan. sungguh! Wanita itu meratap lagi, saya juga mengalirkan air mata melihatnya sedang bertarung dengan maut. Saya harus membantunya, keluarkan dia segera dari kesengsaraan itu. Lalu kaki ini mencoba melangkah mendekati tubuh yang penuh sengsara itu.
Tetapi saya tidak mampu beranjak. Saya coba gerakkan tangan, ingin saya capai tubuhnya. Pun demikian hajat ini tidak kesampaian. Saya tatap wajah wanita itu, rambutnya yang panjang menutupi wajah membuat saya sulit melihat wajahnya.Saya menjerit sekuat hati memanggilnya. Wanita tersebut langsung tidak ambil peduli. “Hei kamu!!!” Teriak saya.Peliknya wanita itu tidak sekali-kali ingin berpaling, dia masih menarik-narik daging merah yang mengerikan. Sambil menangis benjolan-benjolan itu dicampaknya. Ranjang yang putih itu disimbahi darah kental, baunya yang meloyakan menusuk-nusuk hulu hati ini.
Ketika dia berpaling, saya tatap wajahnya. Wajahnya mirip saya. Rambutnya, lengannya dan bentuk tubuhnya mirip tubuh saya. Saya bertanya-tanya sendirian, kenapa saya berada di atas tempat tidur itu? Kenapa darah-darah merah itu membasahi tubuh saya? Dan kenapa daging-daging merah itu keluar dari rahim saya? Saya mencoba menarik wanita yang persis saya itu. Tapi saya tidak dapat menyelamatkan diri sendiri dan di saat itu tanpa disadari air mata saya mengalir. Saya menangis dan terus menangis menyaksikan diri sendiri dalam situasi yang sungguh mengerikan.
“Tolonggggg! ! ! Tolonggggg! ! ! “Jerit saya mencoba meminta orang datang membantu. Tapi tidak. Tidak, seorang pun yang saya lihat di dalam kamar kecil. itu. Hanya saya dan wanita yang wajahnya mirip saya yang berada di atas tempat tidur. Saya meronta-ronta, dan.Tiba-tiba saya tersentak. Tubuh saya basah, bukan basah karena darah, tapi keringat. Mimpi! Ah … ternyata saya bermimpi. Mimpi itu sungguh buruk sekali.
Sepanjang malam saya menangis, takut menyelubungi seluruh inci dan ruang diri ini. Saya tidak ingin apa yang saya lihat sebentar tadi akan menjadi kenyataan. Saya takut.Saya tidak ingin diri saya disakiti seperti mimpi tadi. Bukan saya yang melakukan semua itu. Bukan! Gadis-gadis muda di luar itulah yang menggugurkannya. Mereka yang bunuh janin sendiri, bukan saya. Tapi … siapa yang melakukannya? Siapa yang menarik janin-janin itu keluar dari rahim mereka?
Saya gamam, sekali lagi perasaan takut menyelubungi diri ini. Lalu saya renung jari-jemari ini. Saya … sayalah orangnya. Sayalah yang membantu gadis-gadis itu menggugurkan bayi mereka.Perasaan bersalah mulai bersarang dalam jiwa. Saya benar-benar merasa diri ini terlalu keji atas apa yang telah dilakukanselama ini. Saya pembunuh! pembunuh! Daging-daging kecil yang saya keluarkan dari rahim sendiri itu adalah bagian dari janin-janin yang saya buang dahulu. Bukan milik saya tapi nyawa-nyawa yang tidak bersalah itu milik gadis-gadis yang datang menagih bantuan untuk membunuh anak dalam kandungan mereka.
Ya … saya bersalah! Memang sayalah yang bersalah karena bersekongkol melakukan perbuatan keji itu. Saya kejam terhadap insan yang bernama wanita. Seharusnya saya bantu mereka, mereka kaum yang lemah sama seperti saya tapi karena uang saya sanggup meracuni pikiran mereka. Saya suruh mereka bunuh nyawa yang tidak berdosa itu.Saya menggunakan keahlian yang ada pada jalan yang salah, yang merusak gadis-gadis muda dan mentah. Betapa berdosanya saya …
Mengenang apa yang telah saya lakukan selama hampir tiga tahun, air mata saya mengalir deras. Di atas tempat tidur saya terus menangis. Saya kesal dengan yang saya lakukan selama ini. Dan saat itu wajah Azimah datang menari-nari di ruang pikiran ini. Antara ratusan gadis yang pernah datang menggugurkan janin mereka, Azimahlah yang paling saya ingat karena gadis ini sering datang ke klinik. Saya berdosa padanya, saya paksa gadis itu mengugurkan kandungannya.
Kata saya, “Kamu mau bayi ini atau tidak?” Azimah menggeleng. Wajahnya tidak langsung perasaan sedih. “Nah … kalau begitu gugurkan saja.Saya yakinkan gadis itu bahwa segala urusan akan aman dan selesai, hanya butuh waktu dua jam saja. Setelah gadis itu menandatangani Surat perjanjian, saya mulai tugas.Jari-jemari inilah yang membius tubuh Azimah dan saya bersama dokter telah bekerjasama membunuh janin itu dan menariknya keluar dari rahim.
Sejak itu Azimah sering keluar masuk klinik. Bukan sekali, tapi empat kali berturut-turut wanita itu datang bertemu saya. Ini berarti empat kali juga hidup gadis ini dijahanamkan oleh kekasihnya yang lalu tangan.Belum ada gadis yang seberani Azimah. Kalau ada pun hanya sekali dua yang datang. Tidak seperti Azimah yang empat kali menjatuhkan janinnya.Pada kali kedua Azimah datang ke klinik saya mulai bertanya bagaimana dia bisa terlanjur? Dia mengatakan semua itu gara-gara tinggal sebumbung dengan kekasihnya, Haris. Pria itulah yang menyuruhnya menggugurkan janin tersebut. Kalau tidak, dia akan tinggalkan Azimah.
Hanya dua kali saya melihat pria itu datang bersama Azimah sewaktu kali pertama pasangan ini menggugurkan bayi mereka. Setelah bayi itu digugurkan, Azimah tinggal serumah dengan Haris lagi.kali ketiga Azimah datang, saya tanya mana Haris? Gadis itu diam. Ketika saya tanya, tidak sayangkah pada bayi dalam kandungannya itu. Azimah geleng kepala.Dan setelah dokter berhasil menggugurkan bayinya barulah Azimah ceritakan apa sebenarnya yang telah terjadi. Kata Azimah, Haris salahkan dirinya karena mengandung benihnya itu. Bahkan Haris juga hayunkan tangannya ke tubuh Azimah.
Kata wanita itu lagi, Haris marah karena dia tidak berduit untuk menanggung biaya menggugurkan bayi. Jadi beberapa kali dia meninju perut Azimah, namun bayi itu terus membesar.Mahu tidak ingin Azimah pinjam duit dari teman sekantor. Cukup RM600 Azimah ke klinik dan sayalah yang mengelola segala-galanya.Saya simpati melihat Azimah yang datang dengan bibir pecah dan badan memar sana sini. Saya nasihatkan gadis ini agar tinggalkan saja pria kejam dan jahanam itu. Kenapa harus biarkan diri diperlakukan seperti binatang!
Azimah mengangguk. Dia berjanji ingin memulai hidup baru tanpa Haris. Saya yang mendengarnya senang. Saya berdoa agar gadis ini benar-benar sadar dan mengubah haluan hidupnya. Tapi kata-kata Azimah dusta semata-mata. Azimah terus hidup dalam pelukan pria kejam itu dan buat kali yang keempat, dia mengandung lagi.Saya terkejut bila melihat gadis ini datang dengan tubuh yang kurus cekung. Saya jelaskan pada Azimah dampak dan akibatnya;
“Jangan jatuhkan lagi, bahaya.”
Tapi Azimah menangis, merayu-rayu tetap ingin buang anak dalam perutnya itu. Katanya jika anak itu tidak dijatuhkan dia akan dipecat dan sudah pasti masa depannya gelap gulita. Azimah tidak ingin mengecewakan emak dan ayahnya di kampung. Dia juga tidak ingin Haris meninggalkannya terdiam.
Akhirnya saya terpaksa akur dengan keputusan Azimah. Saya bius gadis ini dan dokter yang bertugaslah yang menarik janin berusia tiga bulan itu keluar. Ketika Azimah siuman, saya serahkan janin itu kepadanya. Saya tahu sebagai seorang yang beragama Islam mereka harus mengubur mayat itu.
Meskipun saya beragama Kristen, saya masih menghormati pasien beragama Islam. Saya tahu sedangkan binatang pun harus dimakamkan dengan cara yang baik inikan pula anak yang digugurkan.Tapi seperti sebelum ini Azimah menolaknya. Dia gemetar bila saya berikan bungkusan berisi mayat janinnya. “Buang saja. Saya tidak mau, “ucapnya gemetar.
Lalu saya campak saja mayat kecil itu ke dalam tong sampah. Bukan hak saya, jadi tidak perlulah saya menguruskannya.Seperti biasa pada setiap malam puluhan kemasan janin yang kami jatuhkan akan dicampakkan ke dalam sebuah tong besar di lorong kecil belakang klinik.Maka, anjing-anjing liar di sekitar Kota Banda Aceh pun berpesta. Daging-daging itu akan menjadi santapan mereka. Daging berkepala kecil dan berjari halus itu dicabik-cabik sebelum disantap berekor-ekor anjing yang ganas.
Saya menyaksikan sendiri bagaimana anjing-anjing liar menanti bungkusan berisi daging manusia kecil itu dilempar ke dalam tong sampah sebelum mereka membongkar dan memakannya.Memang sayalah yang bersalah. Saya bersalah pada kaum Hawa. Saya kejam, sama seperti pria yang merusak hidup gadis-gadis mentah itu.Pada siapa harus saya memohon maaf? Pada gadis-gadis yang pernah datang menggugurkan anak? Atau pada Azimah yang kini hidup terombang-ambing tanpa arah?
Saya takut sekali mengenang apa yang telah saya lakukan. Saya takut mimpi buruk itu akan berulang. Saya tidak ingin melihat diri ini berdarah dan menarik-narik daging yang jijik itu lagi.Lalu saya ambil keputusan untuk meniggalkan alam pekerjaan itu. Saya tidak sanggup melihat lebih banyak lagi gadis yang menjadi korban kekejaman pria, datang meminta saya menggugurkan bayi mereka. Saya tidak mau bersekongkol.
Saya juga tidak ingin lebih banyak gadis seperti Azimah yang kecundang di tangan pria kejam yang berhati binatang! Cukuplah Azimah seorang yang menderita karena saya tahu saat gadis itu hidup sengsara karena lumpuh separuh badan akibat sering kali menjalani pengguguran.Seperti yang saya katakan tadi, kami sudah memperingatkan pada Azimah tentang akibat buruk itu kalau dia menggugurkan janinnya keempat kalinya, tapi dia tidak pedulikan. Azimah lebih sayangkah Haris dibandingkan nyawa dan kesehatannya sendiri. Ternyata peringatan kami itu benar-benar menjadi kenyataan.
Kini di atas kursi roda, Azimah menghabiskan sisa hidupnya yang masih jauh dan panjang. Haris? Pria yang telah merusak hidupnya itu entah ke mana menghilang.Dalam kondisi Azimah membutuhkan dukungan dan kasih sayang, Haris lenyap tanpa dapat terdeteksi. Pria itu kejam! Pengecut! Pria seperti Haris tidak layak hidup di muka bumi ini!
Cerita di bawah ini adalah tentang pengalaman seorang dokter yang sering aborsi bagi pasangan yang mengandung anak luar nikah. Tindakannya itu sebagai seorang dokter telah menyebabkan dirinya diselebungi ketakutan dan sering didatangi mimpi buruk. Mimpi berdarah, anak tidak berkepala dan sebagainya. Kita harus tahu bahwa pengguguran janin ini bukan sewenang-wenang dilakukan karena bisa jatuh hukum haram. Ikuti kisah di bawah ini.
DI sebuah kamar yang gelap gulita saya terkapai-kapai sendirian. Saya mencoba mencari-cari arah keluar dari kegelapan malam itu. Puas mencari akhirnya aku melihat kilauan cahaya yang datang dari sebuah tempat bujang berwarna putih bersih.Saya mendekati cahaya itu namun langkah saya terhenti karena di depan saya ada seorang wanita sedang bermandikan darah duduk sambil melunjurkan kedua kakinya. Wanita itu meratap sesuatu lantas saya bertanya-tanya.
Saya mencoba memanggil, sayangnya jeritan Saya tidak dihirau oleh wanita itu. Dia terus duduk sambil mengamati sesuatu yang berwarna kemerah-merahan.Tiba-tiba suara tangisan wanita itu bergema memenuhi segenap ruang kamar. Saya perhatikan gerak-geriknya, dia memegang sesuatu yang janggal bentuknya. Saya perhatikan lagi, benjolan apakah yang sedang dipegang wanita itu, daging yang berkepala, ada jari-jemari yang halus dan lebih mengejutkan, daging itu juga tampaknya berkaki.
Hati saya terus berperang, siapakah dia? Dan kenapa wanita ini kondisinya seperti itu. Menakutkan! Saya dengar wanita itu menangis lagi kemudian saring kesakitan.Arrrrrggghhhh!!! Arggggghhhhhh!!! Suaranya semakin membingit telinga ini. Kental daging Sebesar tinju tersembul keluar dari celah selangkangannya. Saya tersentak, kenapa dengan wanita ini? Sakit dia? Keadaannya sungguh menyedihkan bagai menanti saat-saat untuk mati.
Saya termuntah bila melihat wanita itu menarik satu persatu daging yang keluar dari alat sulitnya. Macam-macam bentuk dan rupa yang keluar. Ada yang berkepala, tetapi tidak berlengan. Ada yang berkaki tetapi kepalanya terputus. Mengerikan. sungguh! Wanita itu meratap lagi, saya juga mengalirkan air mata melihatnya sedang bertarung dengan maut. Saya harus membantunya, keluarkan dia segera dari kesengsaraan itu. Lalu kaki ini mencoba melangkah mendekati tubuh yang penuh sengsara itu.
Tetapi saya tidak mampu beranjak. Saya coba gerakkan tangan, ingin saya capai tubuhnya. Pun demikian hajat ini tidak kesampaian. Saya tatap wajah wanita itu, rambutnya yang panjang menutupi wajah membuat saya sulit melihat wajahnya.Saya menjerit sekuat hati memanggilnya. Wanita tersebut langsung tidak ambil peduli. “Hei kamu!!!” Teriak saya.Peliknya wanita itu tidak sekali-kali ingin berpaling, dia masih menarik-narik daging merah yang mengerikan. Sambil menangis benjolan-benjolan itu dicampaknya. Ranjang yang putih itu disimbahi darah kental, baunya yang meloyakan menusuk-nusuk hulu hati ini.
Ketika dia berpaling, saya tatap wajahnya. Wajahnya mirip saya. Rambutnya, lengannya dan bentuk tubuhnya mirip tubuh saya. Saya bertanya-tanya sendirian, kenapa saya berada di atas tempat tidur itu? Kenapa darah-darah merah itu membasahi tubuh saya? Dan kenapa daging-daging merah itu keluar dari rahim saya? Saya mencoba menarik wanita yang persis saya itu. Tapi saya tidak dapat menyelamatkan diri sendiri dan di saat itu tanpa disadari air mata saya mengalir. Saya menangis dan terus menangis menyaksikan diri sendiri dalam situasi yang sungguh mengerikan.
“Tolonggggg! ! ! Tolonggggg! ! ! “Jerit saya mencoba meminta orang datang membantu. Tapi tidak. Tidak, seorang pun yang saya lihat di dalam kamar kecil. itu. Hanya saya dan wanita yang wajahnya mirip saya yang berada di atas tempat tidur. Saya meronta-ronta, dan.Tiba-tiba saya tersentak. Tubuh saya basah, bukan basah karena darah, tapi keringat. Mimpi! Ah … ternyata saya bermimpi. Mimpi itu sungguh buruk sekali.
Sepanjang malam saya menangis, takut menyelubungi seluruh inci dan ruang diri ini. Saya tidak ingin apa yang saya lihat sebentar tadi akan menjadi kenyataan. Saya takut.Saya tidak ingin diri saya disakiti seperti mimpi tadi. Bukan saya yang melakukan semua itu. Bukan! Gadis-gadis muda di luar itulah yang menggugurkannya. Mereka yang bunuh janin sendiri, bukan saya. Tapi … siapa yang melakukannya? Siapa yang menarik janin-janin itu keluar dari rahim mereka?
Saya gamam, sekali lagi perasaan takut menyelubungi diri ini. Lalu saya renung jari-jemari ini. Saya … sayalah orangnya. Sayalah yang membantu gadis-gadis itu menggugurkan bayi mereka.Perasaan bersalah mulai bersarang dalam jiwa. Saya benar-benar merasa diri ini terlalu keji atas apa yang telah dilakukanselama ini. Saya pembunuh! pembunuh! Daging-daging kecil yang saya keluarkan dari rahim sendiri itu adalah bagian dari janin-janin yang saya buang dahulu. Bukan milik saya tapi nyawa-nyawa yang tidak bersalah itu milik gadis-gadis yang datang menagih bantuan untuk membunuh anak dalam kandungan mereka.
Ya … saya bersalah! Memang sayalah yang bersalah karena bersekongkol melakukan perbuatan keji itu. Saya kejam terhadap insan yang bernama wanita. Seharusnya saya bantu mereka, mereka kaum yang lemah sama seperti saya tapi karena uang saya sanggup meracuni pikiran mereka. Saya suruh mereka bunuh nyawa yang tidak berdosa itu.Saya menggunakan keahlian yang ada pada jalan yang salah, yang merusak gadis-gadis muda dan mentah. Betapa berdosanya saya …
Mengenang apa yang telah saya lakukan selama hampir tiga tahun, air mata saya mengalir deras. Di atas tempat tidur saya terus menangis. Saya kesal dengan yang saya lakukan selama ini. Dan saat itu wajah Azimah datang menari-nari di ruang pikiran ini. Antara ratusan gadis yang pernah datang menggugurkan janin mereka, Azimahlah yang paling saya ingat karena gadis ini sering datang ke klinik. Saya berdosa padanya, saya paksa gadis itu mengugurkan kandungannya.
Kata saya, “Kamu mau bayi ini atau tidak?” Azimah menggeleng. Wajahnya tidak langsung perasaan sedih. “Nah … kalau begitu gugurkan saja.Saya yakinkan gadis itu bahwa segala urusan akan aman dan selesai, hanya butuh waktu dua jam saja. Setelah gadis itu menandatangani Surat perjanjian, saya mulai tugas.Jari-jemari inilah yang membius tubuh Azimah dan saya bersama dokter telah bekerjasama membunuh janin itu dan menariknya keluar dari rahim.
Sejak itu Azimah sering keluar masuk klinik. Bukan sekali, tapi empat kali berturut-turut wanita itu datang bertemu saya. Ini berarti empat kali juga hidup gadis ini dijahanamkan oleh kekasihnya yang lalu tangan.Belum ada gadis yang seberani Azimah. Kalau ada pun hanya sekali dua yang datang. Tidak seperti Azimah yang empat kali menjatuhkan janinnya.Pada kali kedua Azimah datang ke klinik saya mulai bertanya bagaimana dia bisa terlanjur? Dia mengatakan semua itu gara-gara tinggal sebumbung dengan kekasihnya, Haris. Pria itulah yang menyuruhnya menggugurkan janin tersebut. Kalau tidak, dia akan tinggalkan Azimah.
Hanya dua kali saya melihat pria itu datang bersama Azimah sewaktu kali pertama pasangan ini menggugurkan bayi mereka. Setelah bayi itu digugurkan, Azimah tinggal serumah dengan Haris lagi.kali ketiga Azimah datang, saya tanya mana Haris? Gadis itu diam. Ketika saya tanya, tidak sayangkah pada bayi dalam kandungannya itu. Azimah geleng kepala.Dan setelah dokter berhasil menggugurkan bayinya barulah Azimah ceritakan apa sebenarnya yang telah terjadi. Kata Azimah, Haris salahkan dirinya karena mengandung benihnya itu. Bahkan Haris juga hayunkan tangannya ke tubuh Azimah.
Kata wanita itu lagi, Haris marah karena dia tidak berduit untuk menanggung biaya menggugurkan bayi. Jadi beberapa kali dia meninju perut Azimah, namun bayi itu terus membesar.Mahu tidak ingin Azimah pinjam duit dari teman sekantor. Cukup RM600 Azimah ke klinik dan sayalah yang mengelola segala-galanya.Saya simpati melihat Azimah yang datang dengan bibir pecah dan badan memar sana sini. Saya nasihatkan gadis ini agar tinggalkan saja pria kejam dan jahanam itu. Kenapa harus biarkan diri diperlakukan seperti binatang!
Azimah mengangguk. Dia berjanji ingin memulai hidup baru tanpa Haris. Saya yang mendengarnya senang. Saya berdoa agar gadis ini benar-benar sadar dan mengubah haluan hidupnya. Tapi kata-kata Azimah dusta semata-mata. Azimah terus hidup dalam pelukan pria kejam itu dan buat kali yang keempat, dia mengandung lagi.Saya terkejut bila melihat gadis ini datang dengan tubuh yang kurus cekung. Saya jelaskan pada Azimah dampak dan akibatnya;
“Jangan jatuhkan lagi, bahaya.”
Tapi Azimah menangis, merayu-rayu tetap ingin buang anak dalam perutnya itu. Katanya jika anak itu tidak dijatuhkan dia akan dipecat dan sudah pasti masa depannya gelap gulita. Azimah tidak ingin mengecewakan emak dan ayahnya di kampung. Dia juga tidak ingin Haris meninggalkannya terdiam.
Akhirnya saya terpaksa akur dengan keputusan Azimah. Saya bius gadis ini dan dokter yang bertugaslah yang menarik janin berusia tiga bulan itu keluar. Ketika Azimah siuman, saya serahkan janin itu kepadanya. Saya tahu sebagai seorang yang beragama Islam mereka harus mengubur mayat itu.
Meskipun saya beragama Kristen, saya masih menghormati pasien beragama Islam. Saya tahu sedangkan binatang pun harus dimakamkan dengan cara yang baik inikan pula anak yang digugurkan.Tapi seperti sebelum ini Azimah menolaknya. Dia gemetar bila saya berikan bungkusan berisi mayat janinnya. “Buang saja. Saya tidak mau, “ucapnya gemetar.
Lalu saya campak saja mayat kecil itu ke dalam tong sampah. Bukan hak saya, jadi tidak perlulah saya menguruskannya.Seperti biasa pada setiap malam puluhan kemasan janin yang kami jatuhkan akan dicampakkan ke dalam sebuah tong besar di lorong kecil belakang klinik.Maka, anjing-anjing liar di sekitar Kota Banda Aceh pun berpesta. Daging-daging itu akan menjadi santapan mereka. Daging berkepala kecil dan berjari halus itu dicabik-cabik sebelum disantap berekor-ekor anjing yang ganas.
Saya menyaksikan sendiri bagaimana anjing-anjing liar menanti bungkusan berisi daging manusia kecil itu dilempar ke dalam tong sampah sebelum mereka membongkar dan memakannya.Memang sayalah yang bersalah. Saya bersalah pada kaum Hawa. Saya kejam, sama seperti pria yang merusak hidup gadis-gadis mentah itu.Pada siapa harus saya memohon maaf? Pada gadis-gadis yang pernah datang menggugurkan anak? Atau pada Azimah yang kini hidup terombang-ambing tanpa arah?
Saya takut sekali mengenang apa yang telah saya lakukan. Saya takut mimpi buruk itu akan berulang. Saya tidak ingin melihat diri ini berdarah dan menarik-narik daging yang jijik itu lagi.Lalu saya ambil keputusan untuk meniggalkan alam pekerjaan itu. Saya tidak sanggup melihat lebih banyak lagi gadis yang menjadi korban kekejaman pria, datang meminta saya menggugurkan bayi mereka. Saya tidak mau bersekongkol.
Saya juga tidak ingin lebih banyak gadis seperti Azimah yang kecundang di tangan pria kejam yang berhati binatang! Cukuplah Azimah seorang yang menderita karena saya tahu saat gadis itu hidup sengsara karena lumpuh separuh badan akibat sering kali menjalani pengguguran.Seperti yang saya katakan tadi, kami sudah memperingatkan pada Azimah tentang akibat buruk itu kalau dia menggugurkan janinnya keempat kalinya, tapi dia tidak pedulikan. Azimah lebih sayangkah Haris dibandingkan nyawa dan kesehatannya sendiri. Ternyata peringatan kami itu benar-benar menjadi kenyataan.
Kini di atas kursi roda, Azimah menghabiskan sisa hidupnya yang masih jauh dan panjang. Haris? Pria yang telah merusak hidupnya itu entah ke mana menghilang.Dalam kondisi Azimah membutuhkan dukungan dan kasih sayang, Haris lenyap tanpa dapat terdeteksi. Pria itu kejam! Pengecut! Pria seperti Haris tidak layak hidup di muka bumi ini!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar